PESONA AESAN GEDE, PESONA BUDAYA
INDONESIA
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman
dalam keindahan budayanya. Selain dikenal dengan nama negara seribu pulau,
tentu saja Indonesia juga layak disebut sebagai negara seribu budaya.
Keanekaragaman budaya dari sabang sampai merauke merupakan harta yang tidak ternilai
harganya. Banyaknya pulau dan suku yang ada di Indonesia, merupakan faktor
utama perangsang munculnya budaya – budaya apik
ala Indonesia.
Seperti halnya bahasa daerah, lagu –
lagu daerah, tari – tarian, upacara adat, rumah adat, makanan khas daerah, seni
dan sastra daerah, busana juga merupakan perwujudan dari bentuk apresiasi
budaya sebagai tampilan untuk mewakili identitas bersama. Terinspirasi dari
pepatah Jawa yang mengatakan, “ajining
raga saka busana”, yang artinya keelokan raga seeorang tercermin dari
busana yang dia kenakan, saya mengangkat busana adat Palembang yang sudah
terkenal dan menjadi kebanggan Indonesia karena keindahannya itu menjadi
bahasan dalam tugas mengenai kebudayaan Palembang ini.
Palembang memiliki kebudayaan yang
menarik untuk dipelajari. Terfokus pada budaya berbusana, saya memilih busana
adat Aesan Gede sebagai bahan untuk pembahasan dalam tugas ini. Saya memilih
busana adat Aesan Gede, karena busana adat kebanggaan Palembang ini merupakan
busana adat yang diangkat menjadi busana pengantin paling diminati untuk
dipakai dalam upacara pernikahan oleh masyarakat Palembang karena
keindahannya.
Busana berwarna cerah ini memiliki
keunikan dan mencerminkan identitas masyarakat Palembang yang sangat berkaitan
erat dengan sejarah kerajaan Sriwijaya. Seperti warna emas yang tersirat pada
busana dalam tarian Gending Sriwijaya,
busana Aesan Gede mewujudkan
kebesaran dan keagungan masyarakat Palembang, bagaikan keagungan kerajaan
Sriwijaya pada masa jayanya di masa lampau.
PESONA AESAN GEDE,
PESONA BUDAYA INDONESIA
Dari tradisi lisan yang tertutur
dalam bahasa daerah, alunan melodi yang memikat dalam lagu – lagu daerah,
hingga kemilau busana adat khas Palembang yang disandang merupakan cerminan
dari pesona budaya Indonesia.
Dalam adat Palembang, terdapat 2 busana kebesaran yaitu Aesan
Gede dan Aesan Pak Sangko. Aesan Pak Sangko digunakan oleh
bangsawan diluar dinding keraton yang biasanya digunakan keluarga pembesar
(datu, pesirah dan demang), sedangkan untuk kerabat raja atau bangsawan didalam
keraton, menggunakan Aesan Gede pada
zaman dahulu.
Pesona Aesan Gede
Bumi Sriwijaya milik wong kito galo
ini mampu membius dunia akan ketegasan warna, keindahan pernak - perniknya,
hingga keselarasan untaian benang dalam
halusnya lembaran kain songket yang kuat mampu mengalihkan mata dunia. Gemerlap
perhiasan dengan warna terang seperti kuning keemasan, akan menjadi perhatian
orang – orang yang melihatnya. Busana Aesan
Gede merupakan simbolisasi dari identitas diri masyarakat Palembang. Aesan Gede pada awalnya merupakan busana
yang dikenakan di masa kejayaan Bumi Sriwijaya pada masa kejayaan Sriwijaya
yang kemudian diadopsi kedalam busana kebanggaan kesultanan Palembang pada abad
ke - 16 hingga pertengahan abad ke – 19. Mulanya busana elite ini hanya dipakai oleh para putri – putri kerajaan serta para
raja dan bangsawan kesultanan, bukan rakyat biasa. Sebagaimana namanya, Aesan Gede yang berarti besar, merupakan
baju Raja Sriwijaya yang kemudian berkembang
dari masa ke masa sebagai baju adat masyarakat Palembang dan bisa
dipakai oleh rakyat biasa. Selain itu,
busana mahal yang berlapis benang emas nan cantik ini juga menjadi busana yang
dipakai dalam tarian adat asli Palembang, Gending
Sriwijaya. Walaupun di kemudian hari busana ini bisa dipakai oleh rakyat
biasa, namun keindahan busana Aesan Gede
tidak terbantahkan, busana ini tetap mencitrakan keanggunan dan keagungan sosok
bangsawan.
Busana adat Aesan Gede
berwarna merah berpadu dengan warna keemasan ini semakin mempesona dengan
taburan emas di mahkota Aesan Gede
berupa bungo cempako (bunga cempaka),
kembang goyang, dan kelapo stadan
(kelapa satu tadan). Belum lagi pesona
kain songket yang menambah anggunnya busana wong
kito galo ini. Beberapa kain songket khas Palembang antara lain Songket Nago Bersarang, Songket Kain Cantik
Manis, Songket Kain Bunga Cina Hijau, Songket Bintang Bertabur, Songket Bungo
Intan Lamo, Songket Nampah Pecak, dan Songket
Bunga Pacar. Setiap wilayah di Palembang memiliki ciri dan keistimewaan
sendiri yang mewakili identitas masyarakat setempat. Sudah menjadi rahasia umum
apabila dibalik kerumitan busana adat khas daerah – daerah di Indonesia
tersebut, selain menarik, indah, dan penuh pesona, busana daerah tersebut juga
memiliki makna simbolisasi tertentu.
Berikut sedikit uraian tentang busana adat Palembang :
Busana Wanita
Nama Busana : Baju kooroong dan sewet sarong.
Susunan Busana:
1.
Baju Kooroong, merupakan baju adat yang biasanya dipakai
wanita Palembang berupa baju kurung yang terbuat dari kain belacu warna merah bertabur motif bunga bintang keemasan.
2.
Songket, merupakan kain tenun khas Palembang yang
menjadi kebanggaan Palembang. Kain songket
lepus misalnya, biasa dipakai sebagai penutup dada. Kain tersebut didodot
atau dibentuk seperti kipas, papah jajar atau
belah rebung lepus yang berupa songket jantung dan terbuat dari tenunan
benang emas. Untuk busana bagian bawah mereka biasa menggunakan sewet sarong atau kain songket yang biasanya mempunyai ciri
khas kaya akan motif, motif yang sering dijumpai adalah motif bunga tanjung,
bunga mawar dan bunga manggis. Motif bunga itu sendiri mempunyai arti
masing-masing yakni, bunga mawar berarti penawar mala petaka, bunga melati
merupakan lambang kesucian dan sopan santun pemakainya dan bunga tanjung
menandakan keramahtamahan.Warna khas songket
Palembang asli biasanya berintikan tiga warna utama yaitu, warna hitam
keabu-abuan, merah hati ayam, dan warna kuning emas.
3.
Pelengkap
Busana
a.
Tutup Kepala
(koodong)
Bagi wanita yang sudah menikah atau sudah
tua, biasanya memakai selendang sebagai tutup kepala yang disebut koodong (kerudung), namun pada Th.1942
kerudung ini sudah tidak dipakai lagi dan mengalami perubahan fungsi sebagai
tudung saji/tutup makanan. Selendang tersebut biasanya diberi rumbai-rumabai.
Namun sekarang, dalam perkembangannya, baju Aesan Gede misalnya, menggunakan
mahkota kepala yang bernama Kasuhun tersusun atas beberapa elemen antara lain sisir / kam, komering ilir, tusuk soeal berbunga
menghadap ke belakang, kembang goyang beringin atau tanjung, cempako limo, sanggul malang di
belakang, sumping, dan anting bulan
bintang di telinga.
b.
Ikat Pinggang.
Ikat pinggang yang digunakan sejenis pending yang
disebut badong atau angkin. Tetapi saat ini jenis ikat pinggang tersebut sudah
jarang dikenakan. Sebagai penggantinya dipakai stagen (kain kecil yang sangat
panjang dikenakan melilit perut) dan pada Aesan
Gede ikat pinggang yang dikenakan adalah ikat pinggang berwarna emas
bernama Pending.
c.
Alas Kaki
Alas kaki yang digunakan disebut dengan terompah atau trompah dengan sulaman klinkan bagi orang yang sudah tua, dan untuk
orang muda mengenakan cenela / selop tungkak
tinggi (sandal bertumit tinggi).
4.
Tata Rias, tatanan
rambut yang disanggul gelung malang dipadukan dengan mahkota Aesan Gede, bungo tusuk cempako, tusuk
teratai/kembang goyang, dan untaian daun pandan (kembang ure) merefleksikan keagungan putrid - putri kerajaan
Sriwijaya beberapa ratus tahun silam.
Busana Pria
Nama Busana : Kebaya Pendek dan Celano
Belapas
Susunan Busana :
1.
Kebaya
Pendek
Baju yang dikenakan biasa disebut kebaya
pendek, biasa juga memakai kebaya londoong
atau kelenkari yaitu kebaya yang
panjangnya hingga dibawah lutut. Baju ini dibuat dari kain yang ditenun dan
disulam dengan benang emas maupun benang biasa yang berwarna atau dapat juga
dicap dengan cairan emas perada (di peradan).
2.
Celano Belapas atau Celana Pucuk Rebung
Pakaian bagian bawah berupa celana panjang
yang dinamakan celano belapas yang
terbuat dari kain yang ditenun mulai dari bagian bawah lutut sampai mata kaki
dan disulam ( diangkeem ) dengan
benang emas. Ada pula yang disulam dari bagian pinggul sampai kemata kaki
dengan motif lajur. Jenis celana yang lain disebut dengan celano lok cuan ( celana
pangsi : celana yang panjangnya sebatas lutut ). Jenis celana ini tidak
disulam dengan benang emas, dan ukuran celananya lebih lebar.
Setelan celana panjang dikenakan selebar kain yang disebut sewet bumbak, kain ini dibuat dengan cara ditenun dan ditaburi dengan bunga-bunga kecil dari benang emas.
Setelan celana panjang dikenakan selebar kain yang disebut sewet bumbak, kain ini dibuat dengan cara ditenun dan ditaburi dengan bunga-bunga kecil dari benang emas.
3.
Pelengkap
Busana
Pelengkap busana pria daerah palembang berupa
ikat pinggang atau pending emas, dan keris yang dipakai sebagai pelengkap busana
dilengkapi dengan sarung keris (pendok)
yang terbuat dari emas, suasa atau
perak dengan tatahan bermotif bunga, ada juga yang diberi batu permata,
tergantung pada taraf ekonomi pemakainya, keris ini diselipkan pada lambung
sebelah kiri disarungnya sehingga tidak kelihatan karna ditutupi kain atau celana.
Hanya seorang raja yang boleh memakai keris yang gagangnya menghadap keluar. Alas
kaki yang digunakan biasa disebut dengan terompah
atau trompah merupakan alas sepatu
tampa tali yang berbentuk gamparan terbuat dari potongan kayu yang bermutu,
seperti kayu meranti payo atau ngerawan.
4.
Tutup kepala
( tanjak atau kopiah cuplak )
Baju daerah dan pakaian kebesaran untuk
laki-laki dilengkapi dengan tanjak
(tutup kepala) yang terbuat dari kain batik atau kain tenunan. Tanjak dibedakan atas tanjak kepudang, tanjak meler dan tanjak bela
mumbang. Semuanya terbuat dari kain songket
(kain tenunan tradisional) Palembang.saat ini sudah jarang orang yang
memakainya, sebagi ganti yang dikenakan adalah kopiah sebagai penutup kepala.
Sedangkan dalam busana Aesan Gede,
tutup kepala yang digunakan adalah kopiah
cuplak yang dilengkapi dengan sumping
atau hiasan bolu warna warni dan beberapa bunga.
Dari berbagai ornamen – ornamen tersebut, setiap daerah di
Palembang memiliki corak, motif dan bentuk yang berbeda – beda dan memiliki
makna filosofi masing – masing yang sesuai dengan gambaran kehidupan atau cara
hidup masing – masing sesuai dengan karakteristik masyarakat setempat.
Urutan Tata Rias dan Tata Busana Aesan Gede antara lain sebagai
berikut:
1.
Mahkota Aesan Gede berupa
Karsuhun (perempuan) dan Kopiah Cuplak (laki - laki)
- Terate, hiasan yang
menutupi dada dan pundak yang digunakan pengantin laki-laki maupun
perempuan. Terate ini berbentuk lingkaran bersudut lima berhiaskan motif
bunga melati bersepuh emas. Hiasan ini melambangkan kesucian dan
kemegahan. Bagian tepinya terdapat pekatu berbentuk bintang serta
rantai dan juntaian lempengan emas berbentuk biji ketimun.
- Kalung
Tapak Jajo,
dikenal juga Kebo Munggah yang terbuat dari emas 24 karat memiliki
lempengan bersusun tiga. Pantang digunakan laki-laki atau perempuan yang
belum menikah. Bila belum menikah hanya boleh memakai kalung yang terdiri
dari 2 atau 1 susun lempengan.
- Selendang
Sawit,
berjumlah dua buah yang menyilang dari bahu kiri ke pinggang sebelah kanan
dan dari bahu kanan ke pinggang sebelah kiri. Selandang Sawit terbuat
dari emas 22 karat dengan ragam hias sulur dan ditengahnya terdapat aksen
intan.
- Pending, yaitu ikat
pinggang pengantin perempuan dan laki-laki berbentuk lempengan emas
berukuran 6 cm x 9 cm terbuat dari emas 20 karat. Kepala pending disebut
badong yang diukir ragam hias daun, bunga, naga dan burung hong.
- Keris, digunakan oleh
pengantin pria keturunan raja atau bangsawan yang diselipkan dipinggang
depan sebelah kanan dengan gagang dihadapkan keluar. Sarung keris ini
terbuat dari emas 20 karat. Bila rakyat biasa, penyematkan keris berada di
bagian belakang tubuh sebagai tanda penghormatan pada atasan.
- Gelang
Kepala Ulo,
gelang berbentuk ular naga bersisik dan berpulir yang terbuat dari emas 24
karat juga taburan berlian. Gelang ini hanya digunakan pengantin perempuan
pada lengan.
- Gelang
Kecak,
terbuat dari emas 24 karat berbentuk mata berukuran besar yang dihiasi
pekatu polos dan persis ditengah kecak ada 2 tumpukan lingkaran berhias
emas. Gelang kecak digunakan pada pangkal lengan yang digunakan
oleh laki-laki maupun perempuan.
- Gelang
Sempuru
dan Gelang Kanu.
- Saputangan
Segi Tigo,
hanya boleh digunakan bangsawan yang terbuat dari beludru merah yang salah
satu sisinya bertabur kelopak bunga melatu dari emas. Pada pinggirnya
terdapat rantai dan juntaian bandul serta lempengan logam berbentuk wajik. Pada Aesan Gede, pria menggunakan saputangan pada jari tengah
sebelah kanan, sedangkan pada Aesan
Pak Sangko, pria menggunakannya pada jari telunjuk sebelah kiri.
Sedangkan perempuan pada kedua adat tesebut memakai pada kelingking
sebelah kanan.
Sebenarnya
masih banyak hal yang perlu didalami mengenai songket, baik jenis maupun motif, gelang kaki (kepala nago, burung hong dll), sandal atau terompah (cenela), celana hingga kutang yang nanti dibedakan
lagi antara kutang angkinan dan kutang jadam. Hal ini akan
semakin rumit karena memiliki makna dan filosofi tertentu, sesuai dengan
kebudayaan masing – masing wilayah di Bumi Sriwijaya.
Sedikit
uraian diatas merupakan bagian kecil dari kenudayaan Indonesia yang memiliki
keunikan, keindahan serta kebanggaan tersendiri sebagai bagian dari perwujudan
ekspresi masyarakat Palembang yang mencerminkan jati diri serta identitas
budaya bagi rakyat Palembang. Betapa kaya kebudayaan Indonesia, yang memang
patut untuk kita banggakan sebagai aset budaya bangsa kita. Palembang, Bumi
Sriwijaya nan elok, menyimpan pesona
dalam busana Aesan Gede, pesona milik
Indonesia yang mampu memukau mata dunia.
PENUTUP
Ajining
diri saka lathi, ajining raga saka busana, demikian bunyi pepatah Jawa yang
mewakili wujud apresiasi masyarakat Indonesia dalam hal cerminan busana sebagai
identitas suku bangsa Indonesia yang beraneka ragam.
Keanekaragaman pulau, agama, suku dan
pola piker masyarakat Indonesia, mencadi benih lahirnya keanekaragaman budaya
yang tercipta di Indonesia. Salah satu yang menarik untuk kita pelajari adalah
budaya berbusana yang bermacam – macam dan memiliki filosofi hidup masing –
masing daerah yang unik dan tidak dimiliki oleh negara – negara lain di dunia.
Beruntunglah kita memiliki budaya berbusana yang sakral, namun mentimpan sejuta
keeksotisan tersendiri. Seperti yang terpancar dalam salah satu busana etnik
milik Bumi Sriwijaya, busana Aesan
Gede.
Sumatra Selatan memiliki sebelas
kabupaten dan empat kota yang terdiri atas wilayah Palembang, Banyuasin, Ogan
Ilir dan Ogan Enim ini memiliki beragam corak khas sendiri dalam pengekspresian
diri masyarakat setempat melalui busana Aesan
Gede. Namun, ada kesamaan dalam
busana tersebut. Nuansa keemasan, merah merona dan sentuhan merah muda yang
dipadu dengan pernak – pernik perhiasan yang glamor, elegan, dan mempesona
menunjukkan jati diri masa keemasan Bumi Sriwijaya yang masih terjaga hingga
sekarang. Busana Aesan Gede yang
menjadi identitas masyarakat Palembang, merupakan karya budaya yang patut
dibanggakan, karena melalui busana Aesan
Gede tersebut, para leluhur secara tidak langsung menceritakan tentang
sejarah, filosofi hidup dan tradisi masa lampau untuk ditularkan kepada
generasi penerusnya melalui busana adat mereka.
Segala bentuk kebudayaan yang ada di
Indonesia merupakan aset negara yang tidak dimiliki oleh negara lain dan
merupakan harta negara yang sangat tidak ternilai harganya sudah sepantasnya
untuk kita jaga serta kita lestarikan keberadaannya. Terpaan teknologi modern dan perkembangan zaman yang
semakin maju memang telah melahirkan budaya – budaya popular yang baru dan lebih diminati generasi modern, jangan sampai menggerus kebudayaan asli bangsa di masa
lampau yang menyimpan sejuta cerita yang terwujud dalam karya – karya istimewa
nan mempesona. Budaya mengenai busana adat Palembang ini misalnya, yang berdiri
tegak sebagai salah satu aset berharga negara kita yang patut untuk kita jaga
dan kita lestarikan bersama, agar generasi – generasi selanjutnya bisa
menikmati karya agung masa keemasan Bumi Sriwijaya tanpa kehilangan secuilpun identitas dirinya. Cara praktis yang bisa kita lakukan adalah
dengan terus konsisten menggunakan busana Aesan
Gede ini maupun busana adat yang lainnya untuk upacara pernikahan maupun
upacara adat yang lainnya, agar tidak hilang digerus oleh budaya popular karena perkembangan zaman yang
semakin modern.
Busana adat menjadi cermin identitas
masyarakat daerah setempat. Budaya
berbusana merupakan simbol peradaban budaya penduduk setempat. Dari
busana adat Sumatra Selatan ini, dapat kita simpulkan bahwa budaya berbusana
pada satu daerah memiliki keselarasan dan memuat unsur filosofi masyarakat
setempat. Melalui warna, motif, corak dan elemen – elemen pelengkap lainnya
yang tertuang dalam wujud busana khas Sumatra Selatan, Aesan Gede, seakan menambah makna sakral pada busana adat tersebut,
selain menjadi ciri dan identitas masyarakat penggunanya.
Pesona Aesan Gede, pesona wong kito
galo, pesona Indonesia, milik kita bersama.
LAMPIRAN
Busana Aesan Gede dalam tari Gending Sriwijaya. (sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmFjTx2HNoYZo2UBKw6rEP2CMimozymltSGRpMWXnnRbjdJQthlusfnKlOW0o3MgOJst-3lNBtYGh4Z7yBtmRzwwkw7PuHTQ3liUY3kkUPreGSCd81OaQoZl8DhQtWfP0F4468JRODqEs/s1600/tari+sriwijaya+1.jpg)
Tata Rias dan Tata Busana Aesan Gede, diambil dari scan Buku
Tata Rias dan Tata Busana Pengantin Seluruh Indonesia, karya Ibu Tien
Santoso halaman 84
REFERENSI
PUSTAKA :
Buku Tata Rias dan Tata Busana
Pengantin Seluruh Indonesia karya Dra. Tien Sntoso, M.Pd terbitan Gramedia
tahun 2010.
NON PUSTAKA :
askyscrapercity.com
llegrabridal.blogspot
artikelnya bagus, izin share ya..
BalasHapusDimana saya bisa pesan/beli badong palembang ? Terimakasih
BalasHapus